Kutai Kartanegara – Di tepi Danau Jempang, Desa Jantur Selatan, pagi yang tenang kala itu dipenuhi suara deru mesin ketinting yang baru dinyalakan.
Barkati, seorang nelayan tangkap yang telah mengarungi danau ini selama bertahun-tahun, tersenyum sambil mengenang betapa beratnya pekerjaannya sebelum mendapat bantuan.
Sekarang, dengan adanya program Kukar Idaman yang diluncurkan oleh Bupati Edi Damansyah dan Wakil Bupati Rendi Solihin, Barkati dan nelayan lainnya merasakan perubahan signifikan dalam hidup mereka.
Mesin ketinting berkapasitas 16 PK yang diberikan melalui program ini adalah alat penting yang membantu mereka bertahan hidup.
“Mesin pertama yang kami terima itu benar-benar jadi penyelamat,” kata Barkati sambil menyeka keringat di dahinya.
Dulunya, dengan mesin ces yang hanya berkapasitas 5 atau 6 PK, nelayan seperti Barkati harus berjuang keras.
“Perjalanan kami untuk menangkap ikan di Danau Jempang sekarang jauh lebih mudah dan cepat.”
Namun, hidup sebagai nelayan tidak selalu berjalan mulus. Meski alat-alat baru ini membantu mereka melaut, harga ikan nila yang menjadi tangkapan utama di Danau Jempang saat ini sedang berada di titik terendah.
“Sekilo ikan nila sekarang cuma dihargai Rp1.000, dan itu pun susah terjual,” keluh Barkati.
Setiap kali ia kembali dari melaut, ia tahu bahwa hasil tangkapannya belum tentu cukup menutupi biaya bahan bakar yang semakin mahal.
Harga Pertalite kini mencapai Rp14.000 per liter, membuat setiap tetes bahan bakar terasa begitu berharga bagi nelayan seperti Barkati.
Harapan lain pun datang dalam bentuk kartu subsidi minyak yang dijanjikan oleh Pemkab Kukar.
“Kami sudah diminta membuat kartu untuk subsidi minyak. Kami benar-benar menunggu bantuan ini, karena harga bahan bakar saat ini sangat memberatkan. Semoga bantuan itu segera keluar,” ujarnya dengan penuh harap.
Di tempat lain, di Desa Liang, Kecamatan Kota Bangun, seorang nelayan tangkap bernama Rusman menjalani kehidupan yang mirip dengan Barkati.
Rusman, yang baru berusia 35 tahun, telah menaklukkan Danau Pela sejak ia remaja, meski hanya bermodalkan ijazah SD.
“Saya ini hanya lulusan SD, dan sejak usia belasan tahun saya sudah jadi nelayan.”
Meski ia belum menerima bantuan secara langsung dari program Kukar Idaman, Rusman tidak bisa menutupi rasa kagumnya terhadap apa yang telah dilihatnya.
“Saya lihat sendiri, sekarang banyak nelayan yang menggunakan perahu bantuan Kukar Idaman. Sebelumnya, tidak pernah seramai ini nelayan yang berperahu ke danau untuk mencari ikan,” tegasnya.
Rusman berharap bahwa ia dan kelompok nelayannya segera mendapatkan giliran untuk menerima bantuan perahu dan mesin.
“Kami sudah mengajukan usulan. Sampai sekarang, kami masih menunggu giliran, tapi saya yakin, program ini tidak akan berhenti di sini,” harapnya.
Bagi nelayan seperti Barkati dan Rusman, program Kukar Idaman bukan hanya sekadar bantuan material. Program ini memberikan mereka lebih dari itu.
Ada harapan besar akan masa depan yang lebih baik, meski di tengah tantangan hidup yang sulit.