Jakarta – Fakta mengejutkan terungkap saat Sekretaris Jenderal Kemendagri RI, Suhajar Diantoro, mengumumkan bahwa sebanyak 420 ribu Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ada di Indonesia, masuk ke dalam kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Menurut dia, 420 ribu itu mencakup mereka yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Jika dihitung berdasarkan presentase, angka ini (420 ribu) mencakup 10 persen dari total 4,2 juta ASN yang ada di Tanah Air.
“Dari 4,2 juta (ASN), masih ada yang dianggap sebagai MBR,” ujarnya, Sabtu (27/1/2024).
Hal yang menjadi penentu ASN masuk dalam kategori MBR, yakni karena mereka punya keterbatasan daya beli. Jadi butuh dapat dukungan pemerintah guna memperoleh rumah dan keperluan lainnya.
Beberapa indikator lainnya lanjut Suhajar Dewantoro, yaitu seseorang yang memiliki penghasilan di bawah Rp 7 juta per bulan. Ia menegaskan bahwa hal ini juga menjadi salah satu kriteria, terutama untuk golongan II.
“Apabila di bawah Rp7 juta, kan sekarang penerima zakat itu ada batasnya. Orang berpenghasilan berapa dianggap penerima zakat. Ternyata pegawai negeri kalau golongan II tadi yang boleh menerima zakat,” bebernya.
Selain itu, indikator kemiskinan juga turut melibatkan faktor rumah, dengan kriteria minimal 8 meter persegi per orang. ASN yang berpenghasilan di bawah Rp 8 juta per bulan dan telah menikah termasuk dalam kategori MBR.
Suhajar menegaskan bahwa status MBR ini tidak hanya berkaitan dengan penghasilan, tetapi juga dapat diukur melalui kepemilikan rumah layak huni.
“Karena (rumah) minimal 8 meter per segi per orang, pegawai PU sangat paham itu. Pak Menteri Pu mengatakan, rumah paling kurang 9 meter per segi per orang, bukan 8 meter,” paparnya.
“Karena minimal 8 meter per segi, kalau seseorang ada yang mendapat bagian rumah dari 8 meter per segi ke bawah itu, berarti dia miskin,” tambahnya.
Meskipun pernyataan ini mencengangkan, Suhajar mengungkapkan bahwa hal ini tidak memperhitungkan belanja pegawai secara menyeluruh.
“Kalau dia punya akses ke belanja pegawai kan tidak semua orang punya akses. Misalnya SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas) kan tidak semua orang, juga undangan rapat,” tegasnya.