Kutip.id, TENGGARONG – Inner Child menjadi topik yang hangat diperbincangkan karena perannya dalam menggambarkan trauma masa kecil yang tidak terselesaikan. Inner Child adalah bagian diri yang membawa pengalaman, perasaan, dan kebutuhan dari masa kecil yang belum terpenuhi, yang kemudian berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan dewasa.
Nurul Fitri Ningsih, Kepala Bidang Peningkatan Kualitas Keluarga dan Pemenuhan Hak Anak DP3A Kukar, menjelaskan bahwa Inner Child terbentuk dari trauma masa kecil yang tidak bisa dipahami secara utuh oleh anak.
“Pada masa kecil, anak belum memiliki kemampuan untuk memahami dan memproses kejadian traumatis secara utuh. Akibatnya, pengalaman tersebut tersimpan dan muncul kembali saat dewasa,” katanya, pada Rabu (18/9/2024).
Ia mengungkapkan bahwa Inner Child yang terluka dapat memengaruhi seseorang dalam kehidupan sehari-hari, misalnya perasaan iri terhadap keluarga harmonis yang tidak pernah dialami saat kecil. Trauma yang tidak teratasi ini sering kali menyebabkan masalah hubungan interpersonal, termasuk Trust Issues dan ketidakmampuan untuk menjalin hubungan yang sehat.
Fenomena lain yang sering dikaitkan namun berbeda dengan Inner Child adalah Kidult. Kidult adalah istilah untuk orang dewasa yang masih menikmati aktivitas atau barang-barang yang biasanya diperuntukkan bagi anak-anak.
“Jika seseorang dilarang membeli mainan oleh orang tuanya saat kecil, maka ini bisa menjadi bagian dari Inner Child. Namun, jika itu sekadar hobi atau impulsif, maka ini fenomena Kidult,” jelas Nurul.
Menurutnya, penyembuhan Inner Child memerlukan pendekatan yang hati-hati agar luka dari masa lalu tidak semakin memperburuk kondisi emosional seseorang di masa depan. “Untuk itu, pemulihan harus dilakukan dengan pendekatan yang tepat agar tidak memperparah luka yang ada,” tutupnya. (*)
Penulis : Dion