Kutip.id, Jakarta – Nama Muhammad Adhiya Muzakki (MAM), pimpinan tim buzzer, kini terseret dalam pusaran kasus korupsi setelah terungkap menerima dana Rp 864,5 juta untuk menyebar narasi negatif yang ditujukan kepada penyidik dan jaksa Kejaksaan Agung. Tujuannya: menghambat penanganan kasus korupsi yang tengah ditangani lembaga tersebut.
Dana itu diberikan oleh tersangka lain, advokat Marcella Santoso (MS), melalui dua kali pembayaran. “Tersangka MAM menerima total Rp 864.500.000 dari MS,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Bundar Kejagung, Rabu (7/5/2025).
Rincian transaksi menunjukkan bahwa Rp 697,5 juta diberikan melalui staf keuangan kantor hukum AALF, Indah Kusumawati. Sisanya, Rp 167 juta, dikirim melalui kurir dari kantor hukum yang sama.
Adhiya kini resmi ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan pemufakatan jahat bersama tiga tersangka lain yang telah lebih dulu ditahan: Marcella Santoso, Junaedi Saibih (sesama advokat), dan Tian Bahtiar, Direktur Pemberitaan nonaktif JAK TV.
Dalam skema ini, Muzakki memimpin pasukan siber yang terdiri dari 150 buzzer untuk memproduksi dan menyebarkan konten negatif di berbagai platform digital. Konten-konten tersebut, yang sebagian besar dibuat oleh Tian Bahtiar, sengaja dirancang untuk menyerang kredibilitas Kejaksaan Agung.
Penyidik menyatakan bahwa upaya mereka adalah bagian dari strategi untuk menggiring opini publik dan menekan aparat penegak hukum. Atas tindakannya, Muzakki dijerat dengan Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ia langsung ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.
Kasus ini merupakan pengembangan dari penyidikan perkara dugaan suap terkait ekspor crude palm oil (CPO) yang melibatkan tiga korporasi besar: PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Sebelumnya, delapan tersangka telah ditetapkan dalam kasus ini, termasuk Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Wahyu Gunawan, serta tiga hakim pengadilan yang memutus perkara vonis lepas bagi para terdakwa korporasi.
Tak hanya itu, Muhammad Syafei dari Wilmar Group juga ikut ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menjadi penyedia dana suap senilai Rp 60 miliar kepada hakim melalui kuasa hukumnya.
Uang tersebut diduga sebagai imbalan untuk mengamankan vonis lepas atau ontslaag van alle rechtsvervolging, yaitu pembebasan terdakwa karena perbuatannya dinilai bukan tindak pidana meski terbukti dilakukan.
Penulis : Yusuf S A