Jurnalis Kaltim Protes, Minta Hentikan Pembahasan RUU Penyiaran

No comments
Koalisi Kemerdekaan Pers Kaltim menggelar aksi unjuk rasa di depan Karang Paci pada Rabu (29/5/2024)
Koalisi Kemerdekaan Pers Kaltim menggelar aksi unjuk rasa di depan Karang Paci pada Rabu (29/5/2024)

Samarinda – DPR RI sedang menggodok RUU Penyiaran yang dianggap puluhan jurnalis di Samarinda dapat menimbulkan kontroversi terhadap kebebasan demokrasi di Indonesia. Hal itu disampaikan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda Noffiyatul C.

Menurutnya, jurnalisme investigasi sangat diperlukan untuk memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang akurat dan ruang berbicara. Mengingat, Kaltim adalah daerah kaya sumber daya alam yang masih sangat membutuhkan praktik jurnalisme investigasi.

Ia mencontohkan liputan investigasi Bondan Winarno yang membongkar skandal klaim palsu tambang emas Bre-X pada tahun 1997, yang menunjukkan betapa pentingnya jurnalisme investigasi.

Selain itu, Noffiyatul menegaskan bahwa jurnalisme investigasi sudah diterapkan di Bumi Etam. Pada tahun 2023, Klub Jurnalis Investigasi (KJI) di Samarinda dan Bontang berkolaborasi melakukan liputan investigasi terkait isu-isu seperti Smelter Nikel, PLTU Teluk Kadere, dan penggunaan void tambang di Bontang untuk sumber air.

“Tanpa RUU Penyiaran pun, kerja jurnalisme investigasi sudah cukup berat. Maka dari itu, jurnalisme investigasi menjadi semacam level tertinggi praktik jurnalistik,” ujarnya.

Atas dasar itu, puluhan jurnalis di Samarinda yang tergabung dalam Koalisi Kemerdekaan Pers Kaltim melancarkan aksi protes di depan Kantor DPRD Kaltim. Mereka dengan tegas menolak regulasi yang dianggap bisa menekan kebebasan sipil dan demokrasi itu.

Aksi Itu digelar pada Rabu pagi (29/5/2024), mereka menilai RUU Penyiaran berpotensi menjadi alat kekuasaan untuk membatasi kebebasan sipil serta partisipasi publik.

Kendati begitu, tak ada satupun anggota DPRD Kaltim yang menemui para jurnalis. Hanya staf sekretariat DPRD Kaltim yang menemui mereka dan menyampaikan bahwa para dewan sedang bertugas di komisi masing-masing.

Ibrahim Yusuf, Koordinator Lapangan Koalisi Kemerdekaan Pers Kaltim, pun menyatakan kekecewaannya atas ketidakhadiran anggota DPRD Kaltim dalam menerima aspirasi mereka.

“Kami kecewa, aspirasi kami tidak difasilitasi,” beber Ibrahim.

RUU Penyiaran ini menjadi sorotan utama karena beberapa pasal di dalamnya, khususnya Pasal 50 B ayat (2) huruf c, yang melarang liputan investigasi jurnalistik.

“Jurnalisme investigasi sering kali menjadi alat penting untuk mengungkap praktik korupsi dan penyimpangan tindakan pejabat publik. Kami menolak RUU Penyiaran ini karena dapat merugikan masyarakat,” tegas dia.

Adapun sejumlah catatan kritis terhadap draft RUU Penyiaran yang dinilai kontroversial dan harus ditolak. Poin-poin yang disampaikan tersebut meliputi potensi hambatan terhadap pemberantasan korupsi, pertentangan dengan prinsip good governance, ancaman terhadap kebebasan pers, dan risiko kemunduran demokrasi di Indonesia.

Koalisi ini pun mendesak DPR dan Presiden untuk menolak pembahasan RUU Penyiaran yang dianggap cacat prosedur dan merugikan publik. Mereka juga menyerukan agar DPRD Kaltim ikut menolak pembahasan RUU ini.

“Kita mendesak DPR RI melibatkan partisipasi publik dalam proses penyusunannya. Mereka mengingatkan bahwa kebebasan pers adalah pilar penting demokrasi yang harus dijaga,” tuturnya.

Aksi ini berakhir dengan damai, namun pesan yang disampaikan sangat jelas: kebebasan pers harus tetap dijaga, dan RUU Penyiaran yang mengancam kebebasan tersebut harus ditolak.

Also Read

Bagikan: