Kutip.id, TENGGARONG – Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) masih menjadi perhatian serius. Tingginya angka kejadian menunjukkan adanya masalah yang mendalam dan membutuhkan penanganan yang menyeluruh.
Data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kukar mengungkapkan bahwa mayoritas korban TPPO adalah anak di bawah umur dan perempuan, yang sering kali terjerumus di praktik pekerja seks komersial (PSK). Kondisi ini menggambarkan bahwa TPPO bukan hanya kejahatan yang berdampak pada individu, tetapi juga mencerminkan kompleksitas sosial dan ekonomi yang memerlukan perhatian lebih lanjut.
Marhaini, Kepala Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak (PHP2KH) DP3A Kukar, mengidentifikasi sejumlah faktor yang memicu maraknya TPPO di daerah ini. Salah satu faktor utama adalah ekonomi, di mana banyak perempuan terpaksa mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
“Sebagian besar kasus ini disebabkan oleh tekanan ekonomi. Banyak perempuan yang mencari cara untuk bertahan hidup,” jelas Marhaini.
Ia juga menekankan bahwa faktor didikan orang tua, lingkungan, serta pengaruh media sosial memiliki peran penting dalam memperburuk situasi.
Selain faktor ekonomi, gaya hidup konsumtif juga menjadi pemicu signifikan. Marhaini menjelaskan bahwa banyak perempuan terjebak di TPPO karena tekanan untuk memenuhi gaya hidup yang tinggi.
“Ketika tuntutan gaya hidup meningkat, mereka mencari cara cepat untuk mendapatkan uang,” ujarnya, menyoroti adanya tekanan sosial yang mendorong pengambilan keputusan berisiko.
Untuk mencegah peningkatan TPPO, DP3A Kukar secara aktif melakukan sosialisasi di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Program ini sudah dilaksanakan di lima kecamatan di Kukar, membahas berbagai isu, termasuk kekerasan terhadap anak, kekerasan seksual, dan bullying.
Marhaini menyatakan bahwa jika anggaran memungkinkan, kegiatan sosialisasi akan diperluas ke lebih banyak wilayah. Ia menekankan pentingnya melibatkan orang tua di setiap sesi sosialisasi, mengingat remaja sangat rentan terhadap pengaruh eksternal dan sering kali masih labil dalam pengambilan keputusan.
“Kami menghadirkan orang tua dan pemateri berpengalaman dalam sosialisasi ini,” ungkapnya.
Melalui pendekatan ini, DP3A Kukar berharap dapat meningkatkan kesadaran remaja dan orang tua mengenai risiko dan dampak TPPO, serta mempersiapkan mereka untuk lebih peka terhadap ancaman yang mungkin muncul di sekitar mereka.
DP3A Kukar berkomitmen untuk terus mengintensifkan upaya pencegahan dan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi perempuan dan anak-anak. Kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk keluarga, sekolah, dan masyarakat, sangat diperlukan untuk memberantas praktik keji ini dan melindungi generasi muda dari ancaman TPPO.
Penulis : Reihan Noor